Pertengkaran antara pengusaha homestay bermarga Sihaloho dan seorang petugas retribusi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bernama Melati, di lokasi wisata Kabupaten Samosir pada 18 Januari 2025, menjadi sorotan publik.
Kejadian yang videonya diunggah di YouTube, bermula dari penagihan retribusi terhadap tamu penginap homestay yang sebenarnya bebas dari biaya tersebut. Kejadian ini berujung laporan polisi setelah kedua belah pihak saling tuduh bahkan melibatkan pengunjung wisata jadi saksi di kantor polisi.
Samosir (SJN) – Pada 18 Januari 2025, dua mobil pengunjung yang dipandu oleh seorang pengusaha homestay bermarga Sihaloho memasuki salah satu lokasi wisata di Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Sebagai penginap homestay, mereka seharusnya bebas dari tarif retribusi. Namun, Melati tetap meminta pembayaran.
Sihaloho menegaskan bahwa pengunjung tersebut adalah tamu yang menginap di homestay miliknya. Pernyataan ini memicu perdebatan sengit antara dirinya dan Melati, yang bersikeras bahwa tamu-tamu itu tetap harus membayar. Dalam perdebatan, Melati selaku petugas retribusi bahkan berkata, “Kalau tak mau bayar, lewat dari atas.” Yang membuat Sihaloho merasa dipermalukan di depan para tamunya.
Ketegangan meningkat ketika Melati melontarkan kalimat kasar, “Bapak-bapak nggak ada otak kau,” yang terekam dalam video yang diunggah di YouTube.

Merasa direndahkan, Sihaloho yang lebih tua dari petugas itu kembali mendekati petugas dengan emosi. Keduanya kemudian terlibat aksi saling meludahi dan adu fisik ringan.
Sihaloho menunjukkan luka gores di wajahnya bekas cakaran kuku kepada wartawan saat ditemui wartawan beberapa hari setelah kejadian.
Untuk melampiaskan emosi yang memuncak Sihaloho menendang sepeda motor yang digunakan Melati, dan dibalas dengan tindakan serupa oleh Melati pada sepeda motor yang parkir di depan homestay.

Melihat situasi semakin memanas, seorang pengunjung bermarga Simanjuntak mencoba melerai. “Saya takut ada apa-apa, karena petugas itu terus melawan mengambil batu. Makanya saya tarik Pak Haloho” ujar Simanjuntak saat ditemui pada 25 Januari 2025 di Pangururan.
Berujung Laporan Polisi
Keesokan harinya, insiden ini diliput oleh media online. Melati Sinaga mengklaim dirinya diperlakukan tidak pantas. Ia mengatakn kepalanya diantuk dan dicekik oleh Sihaloho.
Pada 20 Januari 2025, Sihaloho mendapat kabar bahwa ia dilaporkan ke polisi atas dugaan kekerasan.
Sihaloho membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa pernyataan Melati di media tidak sesuai dengan kenyataan. “Dia bilang saya menjekik dan mengantukkan kepalanya, itu tidak benar. Itu mengada-ada,” tegas Sihaloho. Ia juga mengkritik tindakan Dinas Pariwisata yang mempublikasikan rekaman CCTV insiden tersebut, yang menurutnya merugikan tamu-tamunya karena mereka ikut terlibat sebagai saksi.
Merasa ada motif tidak baik di balik laporan Melati, Sihaloho memutuskan untuk melapor balik. Ia juga menghubungi tamu-tamunya untuk memberi tahu kemungkinan mereka dipanggil sebagai saksi dalam proses hukum.
Saksi dari Pengunjung
Beberapa tamu yang menyaksikan kejadian menyatakan bersedia menjadi saksi. Menjelaskan bagaimana sebenarnya tentang kejadian itu. Dua di antaranya adalah sopir bus dari Kota Cane bermarga Sibarani dan Simanjuntak. Mereka mengaku kecewa dengan cara petugas pariwisata menangani retribusi yang dianggap kurang transparan.
“Sudah tujuh tahun saya membawa tamu ke berbagai lokasi wisata, baru kali ini ada pengunjung yang sampai menjadi saksi di kantor polisi hanya karena pertengkaran seperti ini,” ujar salah satu sopir.
Simanjuntak mengatakan walaupun harus rugi waktu dan materi, ia siap memberi keterangan. “Karena saya baca di media, itu langsung menyalahkan sepihak. Bahkan kita sebagai pengunjung seolah disalahkan tidak mau bayar retribusi,” kata Simanjuntak.
Menurutnya yang sudah melanglang buana membawa tamu ke tempat-tempat wisata, tidak ada pernah ada pengunjung yang menolak untuk membayar retribusi. Kecuali cara pengutipannya menimbulkan kebingungan seperti di Samosir.
Pengunjung Kecewa Soal Retribusi
Pada 26 Januari 2025, wartawan mengamati pos retribusi di lokasi wisata tempat Melati sedang bertugas mengutip retribusi. Untuk mengetahui benarkah ada pengunjung yang kecewa cara pengutipan retribusi?
Setiap mobil yang masuk distop oleh Melati dan mananyakan berapa orang di dalam mobil. Lalu ia meminta biaya retribusi sebesar Rp5000 per orang. Ia tidak menanyakan mobil itu mau menginap atau tidak. Seorang pengemudi yang telah memarkir mobilnya dan juga telah membayar retribusi datang menemui Melati sambil membawa tiket bukti pembayaran. “Saya disuruh pemilik penginapan untuk meminta kembali uang retribusi, karena katanya penginap tidak dipungut retribusi,” katanya kepada Melati “Gak bisa lagi Pak sudah terlanjur masuk aplikasi,” jawab Melati. Pengunjung mengeluh dan mengatakan “Jadi gimana uang saya, saya jadi rugi.” Melati menjawab, “Yah, gimanalah Pak, sudah masuk aplikasi.” Pengunjung itu tak bisa berkata apa-apa, ia pun kecewa dan pergi sambil geleng-geleng kepala.
Tak berapa lama datang lagi pengunjung yang menginap menyampaikan komplain karena terlanjur membayar retribusi. Melati menjawab, “Kenapa bapak tadi ngga bilang kalau bapak menginap,” Pengunjung itu mengatakan, saya ngga tahu saya hanya bawa mobil. “Harusnya bapak kasi tahu kalau bapak mau nginap,” kata Melati.
Pengunjung itu pun pergi sambil garuk-garuk kepala. Dari penampilannya sepertinya pengunjung itu adalah supir pribadi. Disuruh tuannya untuk meminta kembali uang retribusi yang terlanjur dibayar.
Sekitar sepuluh menit kemudian, ada lagi yang datang komplain kepada Melati. Kali ini bukan hanya tamu yang menginap, tetapi bersama pemilik homestay ikut komplain tentang retribusi yang tak seharusnya dibayar.
Selama 30 menit wartawan mengamati Melati di pos retribusi itu ada tiga yang datang komplain kepadanya.
Sebelum meninggalkan tempat itu, wartawan menanyakan kepada Melati tentang laporannya ke polisi, mengenai pertengkarannya dengan pengusaha homestay pada 18 Januari lalu, tapi Melati tidak menjawab. [Hg]