Suarajurnalisnews.com|| Bener Meriah – Keluarga besar Siti Gemasih dari Kampung Gegerung, Kecamatan Weh Pesam, Kabupaten Bener Meriah berharap Pengadilan dan Atr/BPN bisa bertindak adil dan mengedepankan hati nurani agar tidak terjadi pelanggaran HAM.
Menurut Siti Gemasih, dia merupakan keturunan dari Alm. M. Thaib Aman Zumar, yang sudah membeli tanah yang mereka diami dari Alm. Aman Maniar, dan menurut Siti, ia sudah mendiami tempat tinggal itu semenjak tahun 1979, dan pada tahun 1981 sudah ditetapkan juga dengan SK dari pihak Kecamatan dan anehnya pada tahun 2021 mereka menerima gugatan dari keluarga Hj. Rusiah, dan gugatan itu sampai pada kekalahan Siti di pengadilan dan akan menghadapi kisah pilu eksekusi.
“Kami sudah berupaya mempertahankan hak kami ini dengan berkonsultasi dengan pihak Atr/BPN baik di Kabupaten Bener Meriah maupun Atr/BPN Takengon sebagai kantor induk BPN di Aceh Tengah, namun kami sama sekali belum mendapatkan jawaban yang memuaskan untuk menunda keputusan perintah eksekusi tersebut,” ujar Siti kepada media ini Rabu, 14/09/2022.
Duduk perkara dari sengketa itu berawal dari beberapa keluarga alm. Hj. Rusiah yang menggugat keluarga kami berdasarkan SHM an. Hj. Rusiah yang bernomor 148 yang terletak di Kampung Rembele, Kecamatan Bukit, yang diterbitkan oleh BPN Takengon pada Tahun 2008. Ketika Kampung Rembele sudah mekar menjadi Kampung Depenitif pada tahun 2002 yang lalu, kata Siti.
“Keluarga kami yang sudah mendiami tempat tinggal itu beserta seluruh keluarga alm M. Thaib Dari tahun 1979 baru sadar dan heran ketika gugatan dilayangkan oleh keluarga para penggugat bahwa ternyata di tempat yang sudah kami diami selama beberapa tahun di daftarkan sertifikatnya oleh orang lain ke kantor BPN tanpa sepengetahuan kami yang sudah lebih dulu beberapa tahun mendiami tanah ini,” lanjut Siti selaku ahli waris alm. M. Thaib itu.
Lanjutnya, setelah keputusan tingkat tinggi dari MA tentang duduk perkara ini keluar maka kami sekeluarga berkonsultasi dengan beberapa keluarga dan kami juga mendapatkan informasi bahwa ternyata Persil sebuah sertifikat bisa di cek secara online maupun secara aplikasi Sentuh Tanahku yang dikeluarkan oleh kementrian Atr/BPN, dan sungguh kami tidak menduga bahwa lokasi tanah yang disengketakan ternyata tidak terdaftar dalam persil sertifikat seperti yang disangkakan.
“Oleh karenanya kami sekeluarga menjumpai Kepala Kampung Rembele untuk mengkonfirmasi tentang keberadaan sertifikat tersebut dan ternyata sertifikat tersebut terdaftar atas nama Kampung Rembele yang peruntukannya dipergunakan sebagai Tanah Pemakaman Umum (TPU),” ucapnya. Dan juga pihak kepala Kampung juga mengeluarkan surat pernyataan bahwa sertifikat no 148 adalah lahan yang sudah di peruntukan untuk Tempat Pemakaman Umum, tambahnya.
Untuk lebih memastikan keberadaan tanah sertifikat di lokasi tempat tinggal kami ini di Kampung Gegerung kami juga menemui pihak kepala Kampung Gegerung dan ternyata di Kampung Gegerung pun sertifikat nomor 148 bahkan belum pernah di daftarkan, ujarnya lagi.
Bahkan Siti Gemasih menambahkan “Berdasarkan informasi ini maka kami beserta beberapa keluarga menghadap ke Kantor Perwakilan BPN Bener Meriah untuk berkonsultasi mengenai persoalan yang kami hadapi ini. Namun, dari pihak BPN juga bingung kenapa pihaknya sama sekali tidak dilibatkan ketika yang dipermasalahkan adalah domain BPN untuk mengeluarkan surat sertifikat itu, ‘walaupun demikian kami tidak berhak melakukan kegiatan untuk melakukan pengukuran ulang tentang keberadaan surat tersebut jika bukan ahli waris langsung yang membuat permohonan kepada kami’ kata BPN,” terang Siti.
Siti Gemasih juga menambahkan bahwa keluarganya masih berharap terhadap sebuah solusi maka pihak keluarga berusaha untuk berkonsultasi dengan Kantor BPN Takengon sebagai badan yang mengeluarkan sertifikat yang di anggap sangat aneh tersebut, “Dan kami mendapat informasi bahwa mereka juga bingung dengan keberadaan sertifikat ini, namun kami sama sekali tidak bisa berbuat apa apa untuk membantu, kami paling bisa berharap kepada BPN Bener Meriah untuk mempertemukan semua fihak tentang keberatan tersebut, agar bisa dicari bersama jalan keluarnya, Kepala Pertanahan Takengon menerangkan kepada kami,” ujar Siti Gemasih kepada awak media.
Berdasarkan penjelasan Siti, hasil komunikasinya dengan beberapa pihak keluarga juga berencana menyurati Istana Negara dan beberapa instansi lainnya yang berkaitan tentang perkaranya.
Sampai berita ini diterbitkan awak media ini belum mengkonfirmasi kepada para pihak-pihak terkait tentang permasalah tersebut.(*)